Selasa, 07 November 2017

PENERAPAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) UNTUK MENGEVALUASI KINERJA MESIN-MESIN DI STASIUN GILING PABRIK GULA KREBET II MALANG



PENERAPAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) UNTUK MENGEVALUASI KINERJA MESIN-MESIN DI STASIUN GILING PABRIK GULA KREBET II MALANG
Penulis : Lu’lu Ul Maknunah1), Fuad Achmadi2), dan Retno Astuti2)*
ABSTRAK
PG Krebet Baru II Malang mengalami kenaikan jam berhenti mesin yang tinggi sebesar 66,64% dari tahun sebelumnya dengan jam berhenti tertinggi terjadi pada  stasiun giling. Pengukuran efektivitas mesin diperlukan untuk mengevaluasi kinerja mesin.
PENDAHULUAN
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok di Indonesia yang menjadikannya sebagai komoditas yang penting untuk dikonsumsi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia  (2009), prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 4,2-4,7 juta ton/tahun. Permintaan gula konsumsi dan gula rafinasi yang digunakan dalam industri makanan dan minuman meningkatkan estimasi pertumbuhan industri gula hingga 6 %. Peningkatan produksi gula  nasional dapat didorong dengan adanya pengoptimalan produksi gula pada setiap pabrik gula di Indonesia, termasuk pada pabrik Gula Krebet Baru II Malang yang merupakan pabrik gula milik PT PG Rajawali I. Pengoptimalan produksi gula dapat dilakukan dengan adanya bantuan kinerja mesin-mesin produksi yang tinggi. Namun, pabrik Gula Krebet Baru II Malang mengalami kenaikan jam berhenti mesin yang tinggi sebesar 66,64% dari masa giling sebelumnya, yaitu dari 200,13 jam menjadi 300,33 jam. Oleh karena itu,  pengukuran efektivitas mesin  diperlukan  untuk mengevaluasi kinerja mesin selama masa giling  dengan metode yang sering digunakan dan terkenal dalam bidang industri untuk mengevaluasi kinerja setiap mesin, yakni metode OEE (Overall Equipment Effectiveness).
 OEE adalah indeks pengukuran yang menunjukkan bagaimana peralatan bekerja  dan tidak hanya menunjukkan jumlah produk yang dihasilkan, tetapi juga menunjukkan bahwa mesin benar-benar bekerja dan berapa persen produk yang cacat dibandingkan dengan produk yang berkualitas sehingga OEE dapat dianggap sebagai indeks kesehatan dari suatu proses atau peralatan.
Menurut Jiwantoro et al. (2013), jam berhenti   yang   tinggi   berdampak   pada   kinerja produksi  yang  menjadi kurang  efektif.  Efektivitas sebuah mesin atau stasiun dapat memperlihatkan produktivitas mesin atau stasiun tersebut. Jika jam berhenti suatu mesin atau sebuah stasiun produksi diketahui paling tinggi, maka dapat diprediksi bahwa efektivitas atau tingkat produktivitasnya akan paling rendah dibandingkan yang lain.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja mesin- mesin di stasiun giling menggunakan metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) dan menemukan faktor yang paling mempengaruhi nilai OEE dengan metode six big losses.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan dua tahap, Tahap pertama adalah survey langsung dari lokasi penelitian untuk memperoleh data primer dengan cara melakukan wawancara kepada karyawan yang ada di bagian instalasi serta pihak lainnya yang terkait.
Tahap kedua dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mengumpulkan data dari studi pustaka dan dokumen yang ada di bagian instalasi terkait penelitian ini. Data  sekunder  pada  penelitian ini  adalah arsip dari mesin-mesin yang ada di stasiun giling yaitu seperti Running Time, yaitu waktu yang tersedia untuk mesin beroperasi selama masa  giling Planned  Downtime,  yaitu  waktu yang telah dijadwalkan untuk mesin berhenti beroperasi, Downtime,  yaitu  waktu  berhenti mesin atau waktu yang terbuang karena mesin tidak dapat beroperasi seperti biasanya, Ideal Cycle Time, yaitu waktu ideal atau teoritis yang dibutuhkan mesin dalam mengolah 1 ton tebu, Processed Amount, yaitu total produk yang dihasilkan, Defect Amount, yaitu total produk yang gagal diolah.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Stasiun  giling  Pabrik  Gula  (PG)  Krebet Baru II Malang memiliki 16 mesin utama untuk menggiling bahan baku tebu, yaitu: (1) Meja Tebu I bertugas mengatur umpan tebu keCCR (Cane Carrier)I agar rata dan stabil; (2) Meja Tebu II bertugas mengatur umpan tebu ke CCR II agar rata dan stabil; (3) CCR I bertugas membawa tebu ke Cane Cutter; (4) Cane Cutter bertugas memotong tebu menjadi potongan-potongan yang kecil; (5) Unigrator bertugas menghancurkan tebu hingga menjadi serabut; (6) CCR II bertugas membawa serabut tebu menuju CCR III; (7) CCR III bertugas membawa serabut tebu dari CCR II menuju Gilingan I;  (8)  Gilingan  I  bertugas  memeras  serabut  tebu untuk menghasilkan nira; (9) IMC (Intermediate Carrier) I bertugas   membawa ampas tebu menuju Gilingan  II;  (10)  Gilingan  II  bertugas  memeras ampas tebu untuk menghasilkan nira; (11) IMC II bertugas membawa ampas tebu menuju Gilingan III; (12)  Gilingan  III  bertugas  memeras  ampas  tebu untuk menghasilkan nira; (13) IMC III bertugas membawa ampas tebu menuju Gilingan IV; (14) Gilingan IV  bertugas  memeras ampas  tebu  untuk menghasilkan nira; (15) IMC IV bertugas membawa ampas tebu  menuju Gilingan V;  (16)  Gilingan V bertugas memeras ampas tebu untuk menghasilkan nira.  Jam operasi stasiun giling ditentukan pabrik selama 24 jam secara terus menerus dengan tiga shift kerja per hari (8 jam operasi per shift) dan 7 hari operasi per minggu.
Dua proses utama terjadi di stasiun giling, yaitu proses pencacahan tebu menjadi serabut tebu dan proses pemerasan untuk memperoleh nira. Pencacahan tebu hingga menjadi serabut dilakukan oleh mesin Cane Cutter dan mesin Unigrator. Proses pemerasan hingga diperoleh nira dilakukan oleh mesin Gilingan I sampai mesin Gilingan V.     
Berikut ini adalah gambar   Alur    pengukuran    kinerja    mesin    di    stasiun    giling    PG    Krebet    Baru    II    Malang dengan metode OEE

   Berikut ini Diagram alir proses penggilingan tebu di stasiun giling PG Krebet Baru II Malang

                                                                                                                

Berikut ini adalah table hasil pengukuran OEE
Nilai tersebut masih belum mencapai nilai OEE yang ideal, yaitu 85%. Perbaikan nilai OEE pada setiap mesin di stasiun giling yang masih memiliki nilai OEE di bawah nilai ideal sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja stasiun giling secara keseluruhan. Nilai tersebut masih belum mencapai   nilai   OEE   yang   ideal,   yaitu   85%. Perbaikan nilai OEE pada setiap mesin di stasiun giling yang masih memiliki nilai OEE di bawah nilai ideasangat perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja stasiun giling secara keseluruhan.
Oleh karena itu, perbaikan  nilai  OEE  terhadap  semua  mesin  di stasiun giling perlu dilakukan dengan mencari dan memperbaiki nilai tertinggi faktor six big losses. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Telsang (2007) bahwa nilai OEE yang tinggi dapat dicapai dengan menyingkirkan six big losses yang merupakan hambatan untuk mencapai efektivitas mesin.

Analisis Six Big Losses
Six big losses merupakan enam faktor yang mempengaruhi OEE. Nilai OEE yang akan tinggi jika nilai six big losses rendah dan nilai OEE akan rendah jika nilai six big losses tinggi. Hasil perhitungan  seluruh  faktor  dalam  six  big  losses untuk  mesin-mesin di  stasiun  giling  dapat  dilihat secara terperinci pada Tabel
                  Hasil pengukuran six big losses menunjukkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai OEE di stasiun giling pada tahun 2013 adalah  faktor  reduced  speed  loss.  Menurut Limantoro dan Felecia (2013), reduced speed loss merupakan penurunan kecepatan produksi yang timbul ketika kecepatan operasi actual bernilai lebih kecil  dibandingkan dengan  kecepatan  mesin  yang telah  dirancang untuk beroperasi. Bagian instalasi PG Krebet Baru II Malang perlu melakukan evaluasi terhadap kecepatan mesin-mesin di stasiun giling dalam beroperasi agar nilai actual cycle time semua mesin dapat lebih mendekati nilai ideal cycle time pada masa giling selanjutnya.

Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis hasil yang telah dilakukan, maka pada penelitian di Pabrik Gula Krebet Baru II Malang ini dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai OEE yang diperoleh oleh setiap mesin di stasiun giling Pabrik Gula Krebet Baru II Malang masih belum mencapai nilai OEE yang ideal, yaitu 85%. Faktor  yang  sangat  berpengaruh terhadap nilai OEE di stasiun giling Pabrik Gula Krebet II Malang  adalah  faktor  reduced  speed  loss  dengan nilai antara 49,67% sampai dengan 63,50% yang merupakan   nilai   tertinggi   dibandingkan   dengan faktor six big losses lainnya
Saran
Bagian   instalasi   PG   Krebet   Baru   IIdiharapkan dapat melakukan pengukuran OEE dan six  big  losses  secara  berkala  pada  mesin-mesin utama  agar  dapat  memantau  kinerja  mesin  serta dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Jika saat ini ditemukan mesin yang memiliki kinerja yang rendah, maka evaluasi dan perbaikan kinerja segera dilakukan agar tidak ada mesin yang memiliki kinerja  terlalu  rendah  dibandingkan  mesin-mesin lain pada operasi berikutnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar