PENERAPAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) UNTUK MENGEVALUASI KINERJA MESIN-MESIN DI STASIUN GILING PABRIK GULA KREBET II MALANG
Penulis : Lu’lu Ul Maknunah1),
Fuad Achmadi2), dan Retno Astuti2)*
ABSTRAK
PG Krebet Baru II Malang mengalami kenaikan
jam berhenti mesin yang tinggi sebesar 66,64% dari tahun sebelumnya dengan jam berhenti tertinggi terjadi pada stasiun giling. Pengukuran efektivitas mesin diperlukan untuk mengevaluasi
kinerja mesin.
PENDAHULUAN
Gula
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok di Indonesia yang menjadikannya
sebagai komoditas yang penting untuk dikonsumsi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro
dan
Kimia (2009), prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 4,2-4,7 juta ton/tahun.
Permintaan gula konsumsi dan gula rafinasi yang digunakan dalam industri
makanan dan minuman meningkatkan estimasi pertumbuhan industri gula hingga 6 %.
Peningkatan produksi gula nasional dapat
didorong dengan adanya pengoptimalan produksi gula pada setiap pabrik gula di Indonesia,
termasuk pada pabrik Gula Krebet Baru II Malang yang merupakan pabrik
gula milik PT PG Rajawali I. Pengoptimalan produksi gula dapat dilakukan dengan adanya
bantuan kinerja mesin-mesin produksi yang tinggi. Namun, pabrik Gula Krebet
Baru II Malang mengalami kenaikan jam berhenti mesin yang tinggi sebesar 66,64%
dari masa giling sebelumnya, yaitu dari 200,13 jam menjadi 300,33 jam. Oleh
karena itu, pengukuran efektivitas
mesin diperlukan untuk mengevaluasi kinerja mesin selama masa
giling dengan metode yang sering
digunakan dan terkenal dalam bidang industri untuk mengevaluasi kinerja setiap
mesin, yakni metode OEE (Overall Equipment Effectiveness).
OEE adalah indeks pengukuran yang menunjukkan
bagaimana peralatan
bekerja dan tidak hanya menunjukkan
jumlah produk yang dihasilkan, tetapi
juga menunjukkan bahwa mesin benar-benar bekerja dan berapa persen
produk yang
cacat dibandingkan dengan produk yang berkualitas sehingga OEE dapat dianggap sebagai indeks kesehatan
dari suatu proses atau
peralatan.
Menurut Jiwantoro et al. (2013),
jam berhenti
yang tinggi berdampak
pada kinerja produksi
yang menjadi kurang efektif.
Efektivitas sebuah mesin
atau
stasiun dapat memperlihatkan produktivitas mesin atau stasiun tersebut. Jika jam
berhenti
suatu mesin atau sebuah
stasiun
produksi
diketahui paling tinggi, maka dapat diprediksi bahwa efektivitas atau tingkat produktivitasnya
akan paling rendah dibandingkan yang lain.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja mesin-
mesin di stasiun giling menggunakan metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) dan menemukan faktor
yang paling mempengaruhi nilai OEE dengan metode six big losses.
METODE
PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan dua tahap, Tahap pertama adalah
survey langsung dari lokasi penelitian
untuk memperoleh data primer dengan cara melakukan wawancara kepada karyawan yang ada di bagian
instalasi serta pihak lainnya yang terkait.
Tahap kedua dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan
cara mengumpulkan data dari studi pustaka dan dokumen yang ada di bagian instalasi
terkait penelitian ini. Data
sekunder pada penelitian ini adalah arsip dari mesin-mesin yang ada di
stasiun giling yaitu seperti Running Time, yaitu waktu yang tersedia untuk mesin beroperasi
selama masa giling Planned Downtime,
yaitu waktu yang telah
dijadwalkan untuk mesin berhenti beroperasi, Downtime, yaitu waktu
berhenti mesin atau waktu yang terbuang karena mesin tidak dapat
beroperasi seperti biasanya, Ideal Cycle
Time, yaitu waktu ideal atau teoritis yang dibutuhkan mesin dalam mengolah
1 ton tebu, Processed Amount, yaitu
total produk yang dihasilkan, Defect
Amount, yaitu total produk yang gagal diolah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Stasiun giling
Pabrik Gula (PG)
Krebet Baru II Malang memiliki 16 mesin utama untuk menggiling bahan
baku tebu, yaitu: (1) Meja Tebu I bertugas mengatur umpan tebu keCCR (Cane
Carrier)I agar rata dan stabil; (2) Meja Tebu II bertugas mengatur umpan tebu
ke CCR II agar rata dan stabil; (3) CCR I bertugas membawa tebu ke Cane Cutter;
(4) Cane Cutter bertugas memotong tebu menjadi potongan-potongan yang kecil;
(5) Unigrator bertugas menghancurkan tebu hingga menjadi serabut; (6) CCR II
bertugas membawa serabut tebu menuju CCR III; (7) CCR III bertugas membawa
serabut tebu dari CCR II menuju Gilingan I;
(8) Gilingan I
bertugas memeras serabut
tebu untuk menghasilkan nira; (9) IMC (Intermediate Carrier) I
bertugas membawa ampas tebu menuju
Gilingan II; (10)
Gilingan II bertugas
memeras ampas tebu untuk menghasilkan nira; (11) IMC II bertugas membawa
ampas tebu menuju Gilingan III; (12)
Gilingan III bertugas
memeras ampas tebu untuk menghasilkan nira; (13) IMC III
bertugas membawa ampas tebu menuju Gilingan IV; (14) Gilingan IV bertugas
memeras ampas tebu untuk menghasilkan nira; (15) IMC IV bertugas
membawa ampas tebu menuju Gilingan
V; (16)
Gilingan V bertugas memeras ampas tebu untuk menghasilkan nira. Jam operasi stasiun giling ditentukan pabrik
selama 24 jam secara terus menerus dengan tiga shift kerja per hari (8 jam
operasi per shift) dan 7 hari operasi per minggu.
Dua
proses utama terjadi di stasiun giling, yaitu proses pencacahan tebu menjadi
serabut tebu dan proses pemerasan untuk memperoleh nira. Pencacahan tebu hingga
menjadi serabut dilakukan oleh mesin Cane Cutter dan mesin Unigrator. Proses
pemerasan hingga diperoleh nira dilakukan oleh mesin Gilingan I sampai mesin
Gilingan V.
Berikut
ini adalah gambar Alur pengukuran kinerja
mesin di stasiun
giling PG Krebet
Baru II Malang dengan metode OEE
Nilai tersebut masih
belum mencapai nilai OEE yang ideal, yaitu 85%. Perbaikan
nilai OEE pada setiap mesin
di stasiun giling yang masih memiliki
nilai OEE di bawah nilai ideal sangat perlu
dilakukan untuk meningkatkan
kinerja stasiun giling secara keseluruhan.
Nilai tersebut masih belum mencapai nilai OEE yang ideal,
yaitu 85%.
Perbaikan nilai OEE pada setiap mesin di stasiun
giling yang masih memiliki nilai OEE di bawah nilai ideasangat perlu dilakukan
untuk meningkatkan kinerja stasiun giling secara keseluruhan.
Oleh karena itu, perbaikan nilai
OEE
terhadap
semua
mesin
di stasiun giling perlu dilakukan
dengan mencari dan
memperbaiki nilai tertinggi
faktor six big losses. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Telsang (2007) bahwa nilai OEE yang tinggi dapat dicapai dengan menyingkirkan
six big losses yang merupakan
hambatan untuk mencapai efektivitas mesin.
Analisis Six Big Losses
Six
big losses merupakan enam faktor yang mempengaruhi OEE. Nilai OEE yang akan tinggi
jika nilai six big losses rendah dan nilai OEE akan rendah jika nilai six big
losses tinggi. Hasil
perhitungan seluruh faktor dalam six
big losses untuk
mesin-mesin di
stasiun giling
dapat dilihat secara terperinci pada Tabel
Hasil
pengukuran six big losses menunjukkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh
terhadap nilai OEE di stasiun giling pada tahun 2013 adalah faktor
reduced speed loss.
Menurut Limantoro dan Felecia (2013), reduced speed loss merupakan
penurunan kecepatan produksi yang timbul ketika kecepatan operasi actual
bernilai lebih kecil dibandingkan
dengan kecepatan mesin
yang telah dirancang untuk
beroperasi. Bagian instalasi PG Krebet Baru II Malang perlu melakukan evaluasi
terhadap kecepatan mesin-mesin di stasiun giling dalam beroperasi agar nilai
actual cycle time semua mesin dapat lebih mendekati nilai ideal cycle time pada
masa giling selanjutnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis hasil yang telah dilakukan, maka pada penelitian
di Pabrik Gula Krebet Baru II Malang
ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa nilai OEE yang diperoleh oleh
setiap mesin di stasiun
giling Pabrik
Gula Krebet Baru II Malang masih
belum mencapai nilai OEE yang ideal, yaitu 85%. Faktor yang
sangat
berpengaruh terhadap nilai OEE di stasiun
giling Pabrik
Gula Krebet II
Malang adalah
faktor reduced speed loss dengan
nilai antara 49,67% sampai dengan
63,50% yang merupakan
nilai tertinggi dibandingkan dengan faktor six big losses lainnya
Saran
Bagian instalasi PG Krebet Baru IIdiharapkan dapat melakukan pengukuran OEE dan
six
big losses
secara berkala
pada mesin-mesin
utama agar
dapat
memantau kinerja
mesin serta dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Jika saat ini ditemukan
mesin yang memiliki kinerja yang rendah, maka evaluasi dan perbaikan kinerja
segera dilakukan agar tidak ada
mesin yang memiliki kinerja terlalu
rendah dibandingkan mesin-mesin lain pada operasi berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar